Anak yang baru lahir,
hendaknya diberi nama untuk dikenali. Nama tersebut dapat berpengaruh
terhadap diri dan kepribadiannya. Banyak anak yang menderita lantaran
diberikan nama-nama yang mengandung arti-arti yang tidak baik.
Dalam
banyak hadis disebutkan tentang diperbolehkannya memberi nama bayi saat
ia dilahirkan, setelah tiga hari dan pada hari ketujuh, yaitu pada hari
dimana dia diakikahkan. Dalam hal waktu pemberian nama untuk anak, kita
diberikan kemudahan. Alhamdulillah.
Adapun hadis yang
menyebutkan tentang bolehnya memberi nama bayi pada hari kelahirannya
adalah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Musa
al-Asy’ari ra. berkata, “Anakku baru dilahirkan. Lalu aku membawanya
menghadap Rasulullah Saw, kemudian beliau memberinya nama Ibrahim,
beliau juga men-tahnik-nya dengan kurma (mengunyah kurma lalu
menempelkannya di ujung jari kemudian memasukkannya dan mengoleskannya
pada langit-langit mulut sang bayi).”
Sementara dalam
Shahih Muslim disebutkan sebuah hadis dari Sulaiman ibn Mughirah dari
Tsabit bahwa Anas ra. Berkata. Rasulullah Saw telah bersabda, “Pada mala
mini dilahirkan seorang anakku, lalu aku memberinya nama seperti nama
ayahku, Ibrahim a.s.”
Adapun hadis yang menerangkan
tentang bolehnya memberi nama setelah tiga hari dari kelahirannya adalah
hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya bahwa Tsabit
meriwayatkan dari Anas ra. bahwa seorang bayi hendaknya diberi nama
setelah tiga hari dari kelahirannya.
Sementara hadis
yang menjelaskan tentang bolehnya memberi nama bayi pada hari ketujuh
adalah hadis yang diriwayatkan oleh para pengarang kitab sunan dari
hadis Samurah ibn Jundab bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Setiap anak
yang dilahirkan itu tergadai (tertahan) dengan aqiqahnya, yaitu seekor
kambing yang disembelih untuknya pada hari ketujuh lalu si anak diberi
nama dan rambut kepalanya dicukur.”
Jika terjadi
perselisihan antara ayah dan ibu seputar nama anak maka perlu diketahui
bahwa memberikan nama anak adalah hak ayah.
Nama-nama yang Disunnahkan
Diantara
hal yang harus dilakukan orang tua terhadap anak-anaknya adalah
memberikan nama yang bagus. Karena kelak di Hari Kiamat mereka akan
dipanggil dengan nama tersebut dan dengan nama orang tua mereka.
Maka
jangan sampai (di akhirat kelak) seorang anak dipanggil dengan nama
yang diharamkan atau nama yang buruk yang diberikan oleh orang tuanya
pada saat hidup di dunia. Karena itu, Nabi memerintahkan untuk memberi
nama yang baik kepada anak-anak.
Setiap nama yang
digabungkan kepada nama Allah, setiap nama yang menunjukkan penghambaan
kepada-Nya atau nama-nama para Nabi itu semua termasuk nama-nama yang
baik. Sebagaimana telah diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya dari
Ibnu Umar ra. Berkata. Rasulullah Saw telah bersabda, “Sesungguhnya nama
yang paling disukai Allah SWT adalah Abdullah dan Abdurahman.”
Hadis
diatas berbeda dengan apa yang dikatakan kalangan orang awam bahwa nama
yang baik adalah semua nama yang berawalan ‘Abd atau Ahmad.
Nama-nama yang Dimakruhkan
Sebagaimana
Rasul sangat menganjurkan orang tua memberi nama yang baik untuk
anaknya, beliau juga sangat tidak menyukai pemberian nama anak-anak
mereka dengan nama-nama yang membuat mereka merasa tidak nyaman atau
membuat mereka diejek dan dihina oleh orang lain lantaran nama-nama itu.
Diriwayatkan
oleh Muslim dan Abu Daud dari Samurah ia berkata, Rasulullah Saw
bersabda, “Empat perkataan yang paling disukai Allah, yaitu subhanallah,
Alhamdulillah, la ilaha ilallah, allahu akbar. Janganlah sekali-kali
engkau menamakan anak dengan ‘Yasar’ (yang selalu mendapatkan
kemudahan), ‘Rabah’ (yang selalu beruntung), ‘Najih’ (yang selalu
berhasil), dan juga ‘Aflah’ (yang beruntung). Karena bila suatu saat
engkau mempertanyakan, ‘Apakah anak itu (yang bernama seperti di atas)
selalu sesuai dengan namanya?’ Pada kenyataannya sifat anak itu berbeda
dengan nama yang disandangnya sehingga ia menjawab, ‘Tidak’.”
Sebab
yang menjadikan sebuah nama itu makruh diberikan kepada anak adalah
karena dapat melenyapkan rasa optimisme anak yang bernama Yasar, Rabah,
Najih, Aflah. Karena orang akan bertanya, “Apakah kemudahan ada padamu?”
Ia menjawab, “Tidak.” Maka hati orang tersebut merasa tidak berkenan
(bahkan sang anak dapat kehilangan rasa optimismenya).
Nama
yang juga termasuk kategori nama-nama di atas adalah Mubarak (selalu
penuh berkah), Ni’mah (berlimpah kenikmatan), Khair (selalu baik), dan
Surur (selalu bahagia).
Diantara nama-nama yang
dimakruhkan lainnya adalah memberi nama anak dengan nama yang mengandung
makna penyucian diri. Seperti Karim atau Karimah (yang mulia), Barr
atau Barrah (yang berbakti) sebagaimana dijelaskan dalam kitab Shahih
Bukhari dan Sunan Abi Daud, dari Abu Hurairah ra., bahwa Zainab nama
sebelumnya adalah Barrah (yang berarti wanita berbakti)-terambil dari
kata al-birru (kebaikan)-maka Nabi menggantinya dengan Zainab.
Sedangkan
dalam riwayat Abu Daud disebutkan. “Janganlah kalian menganggap suci
diri kalian sendiri, sebab Allah lebih mengetahui siapa ahli kebaikan
diantara kalian.”
Dimakruhkan juga memberi nama anak
dengan nama orang-orang yang telah dilaknat dan para diktator seperti,
Fir’aun, Haman, Qarun, Namrud. Karena nama-nama tersebut adalah nama
orang-orang yang telah diberi azab (siksa) oleh Allah SWT. di dunia.
Allah juga menjanjikan siksaan yang pedih kepada mereka kelak di hari
kiamat.
Dimakruhkan juga memberi nama anak dengan nama
orang-orang kafir Yahudi dan Nashrani atau dengan nama pemimpin-pemimpin
kafir yang mengganti syariat Allah dengan aturan kafir.
Dimakruhkan
juga member nama anak dengan nama-nama Allah SWT. (Asma’al-Husna)
seperti al-Ahad, ash-Shamad, as-Sami’, atau al-‘Alim. Sesungguhnya tidak
ada satu pun orang yang berhak memakai nama tersebut kecuali Allah SWT.
Allah SWT berfirman, “Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama
dengan Dia (yang patut disembah).” (QS. Maryam: 65).
Tetapi
jika kita memberitahukan bahwa ada seseorang yang memiliki sifat Sami’
(mendengar), Ra’uf (penyayang), Rahim (pengasih), dan Bashir (mengetahui
kondisi masyarakat) maka hal ini dibolehkan.
Termasuk
nama-nama yang dimakruhkan untuk digunakan seseorang adalah nama-nama
malaikat seperti Jibril, Mikail, dan Israfil. Karena jika anak yang
bernama seperti nama malaikat dicaci dan dihina maka hal itu (secara
tidak langsung) dianggap menghina dan mengejek malaikat.
Dimakruhkan
juga menggunakan nama-nama surah dalam Alquran, seperti Thaha, Yasin,
Qaf, Nun, Hamim. Adapun yang sering diungkapkan oleh kalangan awam bahwa
Yasin dan Thaha adalah nama-nama Nabi Saw, tidaklah benar.
Tidak
ada hadis shahih, hasan, mursal bahkan atsar dari seorang sahabat
sekalipun yang menjelaskan bahwa Thaha dan Yasin adalah nama-nama Nabi
Saw Tidak ada seorang tabi’in atau pengikut tabi’in yang menyandang nama
Thaha atau Yasin. Thaha dan Yasin (serta huruf-huruf lain sejenisnya
dalam Alquran) hanyalah huruf-huruf yang terpotong-potong yang digunakan
oleh Allah untuk menjelaskan I’jaz (mukjizat) Alquran kepada bangsa
Arab (Allah menantang mereka membuat kitab seperti Alquran yang
huruf-hurufnya sama dengan huruf-huruf yang mereka pakai seperti huruf
ya, sin, tha, dan lain sebagainya)
Dari semua nama-nama
yang dimakruhkan di atas, dapat kita pahami bahwa Rasulullah Saw
menyukai nama-nama yang mengandung kebaikan dan tidak menyukai nama yang
buruk sehingga beliau menganjurkan untuk menggantinya.
Rasulullah
pernah mengubah nama Abdul Uzza dengan Abdullah atau Abdurrahman, Sha’b
(susah) menjadi Sahl (mudah), Ashiyah (ahli maksiat) menjadi Jamilah
(si cantik), Abul Hakam menjadi Abu Syuraih, Ashram (tanah yang tandus)
menjadi Zur’ah (lahan yang mudah diolah).
Tidak hanya
itu, mengenai nama-nama kabilah beliau juga memberikan komentar.
Mengenai Kabilah Aslam (yang selamat) beliau berkomentar, “Semoga Allah
member keselamatan padanya,” Kabilah Ghifar (ampunan) beliau
berkomentar, “Semoga Allah memberikan ampunan kepadanya,” dan Kabilah
Ushayyah (ahli maksiat) beliau berkomentar, “Mereka bermaksiat terhadap
Allah dan Rasul-Nya.”.
Beliau juga pernah mengganti
nama tempat tinggal yang buruk dengan nama yang baik. Beliau mengganti
Afirah (tempat yang berdebu) menjadi Khadhitah (tempat yang hijau),
Syi’b Dhalalah (lembah kesesatan) menjadi Syi’b al-Huda (lembah
petunjuk). Ketika Nabi Saw datang ke Madinah yang pada saat itu bernama
Yatsrib (berarti mencela) menjadi Thaybah (baik) tidak heran kalau kota
tersebut bertambah baik.
Jadi, jelas bagi kita bahwa
memberikan nama yang bagus merupakan perkara penting yang diperintahkan
oleh Rasulullah Saw. karena nama dapat berpengaruh terhadap kepribadian
anak yang menyandang nama itu.
Sebagaimana yang
disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahih-nya,
dari Sa’ad ibn Musayyib dari ayahnya dari kaeknya, ia (kakek)
menuturkan, “Aku pernah datang menemui Rasulullah Saw. lalu beliau
bertanya, ‘Siapa namamu?’ Aku (kakek) manjawab, ‘Hazan’ (sulit atau
kasar). Kemudian beliau bersabda, ‘Tidak, engkau adalah Sahl (mudah,
lembut).’ Aku tidak mau mengubah nama yang telah diberikan ayahku.” Ibnu
Musayyib menuturkan, “Dan ternyata, kekasaran menjadi karakter kami, di
kemudian hari.”
Diantara hal yang harus diperhatikan
juga pada pembahasan kali ini adalah hendaknya para orang tua tidak
memberikan nama anaknya dengan menggunakan nama-nama yang mengandung
arti kepandiran atau nama-nama yang akan membuat sang anak merasa tidak
nyaman dan diejek lantaran menyandang nama itu seperti, Nasywah (mabuk),
Nuhad (kurang lebih), Gharam (cinta yang menyala), Huyam (cinta yang
meluap), Ahlam (mimpi-mimpi), Asyjan (kesegihan), dan Syauq (kerinduan).
Berkaitan dengan nama-nama tersebut, Syaikh Abdullah
Nasih Ulwan berkomentar, “Bagi para orang tua hendaknya waspada, jangan
sampai menggunakan nama-nama tersebut untuk anaknya, mengapa? Agar umat
Islam memiliki kepribadian yang istimewa (berbeda dengan kepribadian
umat yang lain) serta dapat dikenali dari berbagai karakteristik yang
dimilikinya.
Nama-nama di atas mengisyaratkan bahwa
umat Islam telah kehilangan eksistensinya bahkan nama-nama tersebut akan
menghancurkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh umat islam. Pada
saat umat Islam telah sampai pada tahap yang memprihatinkan ini, mereka
akan terpecah-pecah. Hal ini dapat memberikan peluang bagi musuh dan
penjajah dengan mudah dapat menguasai tanah air umat Islam, serta dengan
leluasa menjadikan pengikutnya yang mulia berubah menjadi hina
sebagaimana yang kita saksikan zaman sekarang. La haula wa la quwwata
illa billah.
Nama-nama yang Diharamkan
Adapun
nama-nama yang diharamkan penggunaannya adalah setiap nama yang
menunjukkan penghambaan kepada selain Allah, seperti nama Abdul Uzza
(hamba Uzza), Abdul Ka’bah (hamba Ka’bah), Abdul Hubal (hamba Hubal),
dan nama-nama lain yang serupa dengan itu yang baru muncul setelah abad
ketiga dari masa Rasulullah seperti Abdurrasul (hamba rasul), Abdunnabi
(hamba nabi), Abdu Muhammad (hamba Muhammad), Abdul Husain (hamba
Husain), Abdul Ali (hamba Ali), Abdul Musthafa (hamba Musthafa), dan
lain sebagainya.
Diharamkan juga memberi nama Malikul Muluk (Raja Diraja), Sulthanus Salathin (Sultan Segala Sultan), Syahusyah (Raja Diraja).
Disebutkan
dalam shahihain sebuah hadis dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah
Saw bersabda, “Sesungguhnya nama yang paling hina di sisi Allah adalah
Malikul Muluk (Sang Raja Diraja) yang disandang oleh seseorang.”. Dalam
riwayat lain Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya tidak ada Raja
selain Allah.”
Kunyah (Julukan)
Diperbolekan
memberikan julukan (kunyah) kepada anak kecil dengan Abu Fulan atau Ummu
Fulan, karena hal itu termasuk penghormatan kepada penyandang julukan
tersebut. Disebutkan dalam Shahihain sebuah hadis dari Anas ra., ia
menuturkan, “Nabi Saw adalah orang yang paling baik akhlaknya. Aku
memiliki seorang saudara yang biasa dipanggil dengan julukan Abu Umair.”
Perawi hadis menyebutkan pada akhir hadis, “Aku mengira, kala itu Abu
Umair baru saja disapih.”
Adapun hukum memberi julukan
kepada anak kecil dengan julukan Nabi adalah makruh. Disebutkan sebuah
hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir, ia berkata, “Ada seorang
anak lahir, lalu diberi nama Muhammad oleh ayahnya. Lantas, masyarakat
di sekitar itu berkata, ‘Kami tidak akan membiarkanmu memberi nama
dengan nama Rasulullah.’
Sang ayah pergi sambil
menggendong anaknya menemui Rasulullah Saw. lantas ia berkata, ‘Wahai
Rasulullah, aku memiliki seorang anak, lalu kuberi nama Muhammad.
Masyarakat di sekitarku berkata, ‘Kami tidak akan membiarkanmu memberi
nama dengan nama Rasulullah.’
Rasulullah pun bersabda,
’Berilah nama anakmu dengan namaku. Namun, janganlah engkau memberinya
kunyah (julukan) seperti kunyahku. Aku hanya ‘Qasim’ (seorang pembagi),
yang membagi-bagikan kebaikan diantara kalian’.”
Sementara
Bukhari meriwayatkan hadis dari Abu Hurairah, bahwasanya Nabi Saw
bersabda, “Berilah nama anakmu dengan namaku, namun janganlah engkau
memberinya kunyah (julukan) seperti kunyahku.”
Abu Daud
dan Tirmidzi meriwayatkan dari Ali tentang adanya rukhshah (keringanan)
tentang memberi julukan kepada anak kecil dengan julukan Nabi, ia
berkata “Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, jika anakku telah lahir,
bolehkah aku menamainya dengan namamu dan member julukan dengan
julukanmu? Nabi menjawab, ‘Ya’.” (Sanad hadis ini sahih)
No comments:
Post a Comment