Saturday, December 03, 2011

Jangan Cepat Merasa Aman Dari Petaka Akhirat

Jangan Cepat Merasa Aman Dari Petaka Akhirat

Bismillahirrahmanirrohiim,,,
Assalamu 'Alaikum wr wb,,,

Siapakah yang bisa menjamin masing-masing diri kita bakal selamat dari adzab kubur hingga adzab neraka?

 Sementara orang lain yang jauh lebih mulia dan utama dari kita masih merasakan tidak aman, masih ada rasa khawatir terkotori kesyirikan, ternodai nifak di akhir hidup mereka. Tentu, semestinya kita lebih merasa terusik lagi, lebih merasa tidak aman dan lebih khawatir terpelanting ke dalam lembah syirik dan nifak. Di tengah akhir zaman ini, kala banyak manusia terpagut kemelut hidup, budaya syahwat (hawa nafsu) dan syubuhat (keraguan pemikiran) setiap saat berkelebat. Sedangkan tipuan dunia begitu menyilaukan. Karenanya, memohonlah setiap saat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menetapkan diri ini di atas jalan-Nya. Hati manusia ada di antara dua jari-jemari Ar-Rahman.
  Teguh hati, istiqamah berada di jalan-Nya merupakan dambaan setiap insan beriman. Kekhawatiran tergelincir meniti jalan hidup ini, menyempal dari barisan orang-orang nan kukuh di atas tauhid, menjadikan diri tak berasa aman. Tumbuh ketakutan akan syirik atau nifak bercokol pada diri. Betapa tidak.  Bahkan seorang nabi Allah Subhanahu wa Ta’ala, Khalilu Ar-Rahman (kekasih Ar-Rahman) dan imam orang-orang yang hanif (lurus) di jalan-Nya, yaitu Nabi Ibrahim Alaihi Salam pun tetap memohon kepada Rabbnya agar dijauhkan dari penyelewengan tauhid.  Beliau Al-Khalil Alaihi Salam pun memohon kepada Rabb nya dan doanya ini diabadikan di Al Qur’an :
“Dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala-berhala.” (Ibrahim: 35)
Tumbuh pada diri Nabi Ibrahim Alaihi Salam kekhawatiran atas dirinya terjerembab jatuh pada kesyirikan, padahal dirinya seorang nabi, kekasih Allah Subhanahu wa Ta’ala,  Maka bagaimana dengan diri kita?
 Semestinya lebih pantas lagi kekhawatiran dan ketakutan itu menyembul dalam dada kita. Jangan merasa aman dari kesyirikan. Jangan pula merasa aman dari nifak. Tidak ada orang yang merasa aman dari sikap nifak (sikap munafik) kecuali dia seorang munafik. Dan tiadalah seorang yang takut bahwa sikap nifak bakal tumbuh bercokol pada dirinya melainkan dia seorang mukmin. Lantaran ini pula, Ibnu Abi Mulaikah telah berkata:
“Aku mendapati  sahabat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, seluruhnya merasa takut terhadap nifak yang bakal menimpa dirinya.” (Shahih Al-Bukhari, Kitabul Iman, Bab Khaufil Mu’min min an Yahbatha ‘Amaluhu wa Huwa La Yasy’uru)
 Begitu pula dengan seorang sahabat mulia, Umar bin Al-Khaththab radhyallahu anhu. Dirinya takut sikap nifak itu melekat padanya.
 Saat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menyebutkan secara rahasia nama-nama orang munafik kepada Hudzaifah ibnul Yaman radhyallahu anhu, timbul pada diri Umar kegalauan. Jiwanya merasa tidak tenang. Khawatir namanya termasuk dalam deretan orang-orang munafik yang disebutkan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Maka, untuk mengusir rasa galau di hati, menepis kekhawatiran yang bersemi, dan menambah ketenangan hati, Umar radhyallahu anhu menanyakan langsung kepada Hudzaifah ibnul Yaman radhyallahu anhu. Kata Umar radhyallahu anhu: “Wahai Hudzaifah, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memuliakanmu. Apakah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menyebutkan namaku kepadamu bersama nama-nama orang munafik?” Jawab Hudzaifah: “Tidak. Tidak ada (nama) seorang pun yang terbersihkan setelah (nama)mu.” Apa yang diperbuat Umar radhyallahu anhu adalah guna menambah ketenangan dirinya. Padahal sungguh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam telah mempersaksikan bahwa dia termasuk sahabat yang mendapatkan jannah (surga). (Al-Qaulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid, Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin t, hal. 76, Thariqul Hijratain, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah t, hal. 504)
Siapakah yang bisa menjamin masing-masing diri ini? Sementara orang yang jauh lebih mulia dan utama merasakan ketidaknyamanan, takut terkotori kesyirikan, ternodai nifak. Tentu, semestinya masing-masing diri ini harus lebih terusik lagi perasaan tidak aman dan khawatir terpelanting ke dalam lembah syirik dan nifak. Di tengah zaman, kala banyak manusia terpagut kemelut hidup, budaya syahwat dan syubuhat setiap saat berkelebat. Sedangkan tipuan dunia begitu menyilaukan. Karenanya, memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menetapkan diri ini di atas jalan-Nya adalah sebuah kemestian. Hati manusia ada di antara dua jari-jemari Ar-Rahman. Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash c, ia pernah mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Sesungguhnya hati bani Adam seluruhnya di antara dua jari dari jari-jemari Ar-Rahman. Seperti hati satu orang, Dia palingkan ke mana Dia kehendaki.” Kemudian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, palingkanlah hati kami pada ketaatan kepada-Mu.” (HR. Muslim, no. 2654)
 Wallohu A'lam,,,

No comments:

Post a Comment